Berita

Surat Gibran Tidak Ditanggapi Oleh Menteri Pendidikan, Partai X Soroti Teori Henry Fayol
Berita Terbaru

Surat Gibran Tidak Ditanggapi Oleh Menteri Pendidikan, Partai X Soroti Teori Henry Fayol

Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka membagikan pengalaman pribadinya saat menjabat sebagai Wali Kota Surakarta dalam sebuah acara pengarahan di Hotel Sheraton, Jakarta. Di hadapan para peserta, Gibran mengungkapkan bahwa surat yang dikirimkannya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, Nadiem Makarim, terkait berbagai permasalahan pendidikan, tidak pernah mendapatkan balasan.

Gibran menjelaskan bahwa surat tersebut berisi keluhan tentang kebijakan zonasi, program Merdeka Belajar, dan pengawasan sekolah. Ia menyebutkan bahwa, meskipun sudah dikonfirmasi dengan Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan di Solo, surat tersebut ternyata tidak mendapat tanggapan resmi.

“Surat ini saya kirim waktu masih menjabat sebagai Wali Kota. Setelah dicek, ternyata belum ada respons,” ujar Gibran seraya menunjukkan isi surat tersebut di layar presentasi.

Gibran menyatakan keyakinannya bahwa di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan Abdul Mu'ti yang saat ini menjabat, permasalahan pendidikan diharapkan akan lebih responsif dihadapi. Ia berharap kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam bidang pendidikan dapat semakin meningkat ke depannya.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai X, Aziza Mukti, turut menyoroti pentingnya efektivitas manajemen pemerintahan. Mengutip teori manajemen dari Henri Fayol, Aziza menegaskan bahwa seorang pemimpin sebaiknya tidak mengelola lebih dari 15 orang secara langsung agar komunikasi tetap efektif dan koordinasi berjalan optimal.

“Prinsip ini menekankan pentingnya struktur organisasi yang jelas dan komunikasi yang efisien agar setiap anggota tim dapat berfungsi optimal,” ungkap Aziza.

Aziza menilai, situasi yang dialami Gibran mencerminkan masalah struktural dalam manajemen pemerintahan yang seringkali berfokus pada jumlah pegawai, tetapi kurang memperhatikan kualitas responsivitas. Ia pun mengusulkan konsep "small government, big welfare" atau "pemerintahan kecil, kesejahteraan besar", yang menitikberatkan pada efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan sumber daya.