Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah menjadi sorotan setelah terungkapnya dugaan kasus korupsi di tahun 2008. Ada tiga kasus yang tengah diusut, salah satunya dugaan kasus yang merugikan negara hingga Rp1,2 triliun terkait mangkraknya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 di Kalimantan Barat.
“Masih tahap penyelidikan ya,” kata Wakil Kepala Kortastipidkor Polri brigadier jenderal Arief Adiharsa, dikutip dari asianpost.id.
Kasus ini kembali mencuat saat PLN bersiap untuk diintegrasikan ke dalam Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), sebuah lembaga investasi negara yang baru saja dibentuk Presiden Prabowo Subianto dengan tujuan untuk mengelola aset-aset BUMN secara lebih efektif dan efisien.
Danantara, yang dirancang menyerupai Temasek milik Singapura, akan mengelola aset negara di awal senilai US$600 miliar atau Rp9,4 triliun, termasuk saham pemerintah di perusahaan-perusahaan besar seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Pertamina, dan PLN. Lembaga ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja investasi negara serta mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.
Partai X: Transparansi dan Akuntabilitas Harus Ditegakkan
Menanggapi perkembangan ini, Partai X menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus yang menimpa PLN. Menurut prinsip yang dianut oleh Partai X, pemerintah adalah bagian kecil dari rakyat yang diberi kewenangan untuk membuat dan menjalankan kebijakan secara efektif, efisien, dan transparan demi mewujudkan keadilan serta kesejahteraan rakyat.
“Maka, dugaan korupsi yang terjadi di tubuh PLN menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang yang bertentangan dengan prinsip transparansi dan efisiensi,” ujar Direktur X-Institue Prayogi R. Saputra.
Partai X menekankan, integrasi PLN ke dalam Danantara harus diikuti dengan reformasi tata kelola yang ketat untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Selain itu, diperlukan mekanisme pengawasan yang kuat untuk memastikan bahwa pengelolaan aset negara dilakukan dengan transparan dan akuntabel.
“Jika tidak ada upaya perbaikan yang sistematis, keberadaan Danantara justru berpotensi menjadi ladang baru bagi praktik korupsi yang merugikan rakyat,” imbuh Prayogi.
Pemerintah Harus Kembali ke Tugas Utamanya
Prayogi mengingatkan, negara memiliki tiga tugas utama, yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kasus dugaan korupsi PLN ini menunjukkan lemahnya aspek perlindungan dan pelayanan terhadap rakyat.
Sebagai penyedia layanan listrik, PLN seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan akses energi yang terjangkau dan berkualitas bagi masyarakat, bukan justru terjerat kasus korupsi yang merugikan keuangan negara.
Prayogi juga menyoroti pentingnya integritas dalam pengelolaan BUMN, terutama ketika perusahaan seperti PLN akan menjadi bagian dari Danantara. "Jika tidak ada komitmen serius dalam membenahi tata kelola dan pengawasan, maka Danantara hanya akan menjadi instrumen baru bagi para koruptor," katanya.
Momentum Reformasi Tata Kelola BUMN
Dengan mencuatnya kasus ini, Partai X mendesak pemerintah untuk menjadikan momentum ini sebagai titik balik dalam pengelolaan BUMN. Setiap langkah yang diambil harus sejalan dengan prinsip efektivitas, efisiensi, dan transparansi demi tercapainya keadilan serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang diberi mandat oleh rakyat, pemerintah harus memastikan bahwa reformasi tata kelola BUMN tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar diwujudkan dalam kebijakan nyata yang memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.
“Hanya dengan menegakkan prinsip-prinsip tersebut, pemerintah dapat benar-benar menjalankan tugasnya dalam melindungi, melayani, dan mengatur rakyat secara adil dan bertanggung jawab,” pungkas Prayogi.