Gelombang penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) semakin meluas. Warganet secara masif mengajak masyarakat untuk mengirim pesan pribadi ke anggota DPR, mendesak agar mereka menolak RUU yang dinilai dapat mengancam prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Gerakan ini mencerminkan keresahan publik terhadap pasal-pasal dalam RUU yang dianggap memberikan wewenang berlebihan kepada militer dalam ranah sipil. Publik didorong untuk menyampaikan penolakan RUU TNI melalui berbagai platform, mulai dari direct message (DM) media sosial, email, hingga kontak resmi anggota dewan di daerah pilihan (dapil) masing-masing.
Selain itu, #TolakRUUTNI juga menjadi trending topic dan banyak dicuitkan pengguna aplikasi X.
“Kalo sampe rapat ngumpet ngumpet berarti mereka sadar yang mereka lakukan ini bertentangan dengan kepentingan rakyat. #TolakRUUTNI,” cuit salah satu warganet.
“Tidak ada negara maju di dunia ini yang tentaranya ngurusi terlalu jauh ranah/ruang sipil. Mereka punya korsa, mereka punya senjata, sangat berbahaya jika terlalu kuasa. #TolakRUUTNI,” kata warganet lainnya.
“RUU TNI dibahas dengan sangat tertutup, menihilkan partisipasi rakyat dan isinya mengkhianati konstitusi. Rakyat berhak untuk #TolakRUUTNI atas alasan ini. YLBHI dengan tegas menolak revisi UU TNI dan berikut catatan dari kami,” ungkap lainnya,
“Buru-buru banget revisi UU TNI, lagi perang sama siapa selain ngelawan rakyat? #TolakRUUTNI,” kata lainnya, dan masih banyak lagi.
Belum lagi, perihal rapat panitia kerja (panja) Komisi I DPR RI bersama pemerintah membahas RUU TNI digelar tertutup di hotel Fairmont, Jakarta Pusat belum lama ini. Tentu saja hal itu semakin membuat publik geram dan mempertanyakan, mengapa rapat di hotel mewah di tengah efisiensi anggaran? Mengapa rapat digelar tertutup? Alhasil, sejumlah orang menggeruduk ruang rapat.
Seruan ini berawal dari kekhawatiran revisi terhadap undang-undang tersebut akan membuka peluang keterlibatan aktif prajurit TNI dalam berbagai jabatan sipil tanpa mekanisme pengawasan yang jelas. Kondisi ini dinilai bertentangan dengan prinsip supremasi sipil yang selama ini dijunjung tinggi dalam sistem demokrasi Indonesia.
Menanggapi polemik ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menegaskan, negara memiliki tiga tugas utama yang tidak boleh diabaikan, yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang dibuat harus senantiasa berpihak pada kesejahteraan dan kepentingan rakyat secara luas, bukan semata-mata pada kepentingan kelompok tertentu.
Partai X, yang berpegang teguh pada prinsip keadilan dan transparansi dalam pemerintahan, mengingatkan bahwa segala bentuk regulasi yang berpotensi mengancam keseimbangan kekuasaan harus dikaji secara mendalam. “RUU TNI ini tidak boleh disahkan secara tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap demokrasi dan keseimbangan kekuasaan. Prinsip negara yang efektif, efisien, dan transparan harus tetap dijunjung tinggi,” ujar Rinto Setiyawan.
Dalam pandangan Partai X, pemerintah adalah sebagian kecil dari rakyat yang diberi kewenangan untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara efektif, efisien, dan transparan demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, segala bentuk perubahan dalam sistem ketatanegaraan harus berorientasi pada kesejahteraan masyarakat luas, bukan hanya kepentingan segelintir elite.
“Kami menegaskan bahwa setiap kebijakan negara harus dijalankan dengan transparansi penuh dan tidak boleh mengarah pada penyalahgunaan kewenangan,’ kata Rinto.
Negara, menurut Partai X, harus mampu menjalankan kewenangan dengan tujuan mewujudkan kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, segala bentuk peraturan yang disusun tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar bernegara, termasuk dalam menjaga keseimbangan antara supremasi sipil dan peran militer.
Partai X juga menjelaskan, jik politik adalah upaya perjuangan dalam mendapatkan kewenangan dan menjalankannya secara efektif dan transparan demi kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, mereka mendukung penuh langkah masyarakat dalam menyuarakan aspirasi secara demokratis, termasuk melalui pengiriman pesan langsung kepada anggota DPR.
“Kami mendukung lamgkah masyarakat dalam menyuarakan aspirasinya, termasuk menghubungi DPR secara langsung,” imbuh Rinto.
Partai X meminta DPR agar tidak mengesahkan RUU TNI sebelum ada kajian komprehensif dan jaminan bahwa regulasi ini tidak akan mengganggu keseimbangan antara militer dan pemerintahan sipil. Setiap kebijakan yang menyangkut kepentingan nasional harus melibatkan partisipasi publik secara luas dan tidak boleh dilakukan secara tertutup.
“Negarawan sejati adalah mereka yang bijaksana, berwibawa, dan memiliki visi dalam merancang kebijakan negara. Kami berharap seluruh pemangku kebijakan dapat mengambil keputusan berdasarkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan politik semata,” pungkas Rinto.