beritax.id – Ketegangan dan perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China terus meningkat. Dalam forum HSBC Summit 2025, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menyampaikan bahwa Indonesia tidak akan memihak. Pemerintah, menurutnya, akan tetap menjaga hubungan perdagangan dan investasi dengan kedua negara.
China dan Amerika Serikat merupakan mitra utama Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, keduanya masuk daftar lima besar investor terbesar di Indonesia. Thomas menyebut bahwa China berfokus pada sektor mineral dan energi, sedangkan AS lebih banyak menanamkan modal di sektor farmasi dan barang konsumsi.
Partai X: Berada di Tengah Pertarungan Raksasa AS dan China
Menanggapi sikap pemerintah yang dinilai pasif dan ambigu, Direktur X-Institute sekaligus Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, mengingatkan bahwa netralitas tanpa arah adalah kemunduran. “Tugas pemerintah itu tiga loh, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Bukan ikut arus tanpa kompas,” tegas Prayogi.
Partai X menilai bahwa perang dagang antara dua raksasa ekonomi seharusnya menjadi momen strategis bagi Indonesia untuk memperkuat kemandirian ekonomi nasional, bukan sekadar menjadi penyeimbang diplomatik.
Partai X menyayangkan sikap pemerintah yang masih gamang menentukan prioritas nasional. Di tengah ketegangan global, Indonesia seharusnya mampu menyusun strategi industrialisasi yang tidak menggantungkan diri pada dua kutub kekuatan global. "Kalau semua keputusan hanya berdasarkan relasi dengan dua negara, lalu di mana arah ekonomi bangsa?" sindir Prayogi.
Indonesia seharusnya sudah menyiapkan kerangka kerja jangka panjang berbasis kepentingan domestik: hilirisasi, transisi energi, dan inovasi digital. Bukan menunggu dinamika AS-China mereda baru kemudian bersikap.
Diplomasi Aktif dan Berdaulat, Bukan Pasif Menunggu Tekanan
Menurut Partai X, Indonesia harus segera menyusun kebijakan luar negeri dan ekonomi yang tegas. Kerja sama dengan AS maupun China harus ditempatkan dalam kerangka resiprositas, bukan subordinasi. “Kalau pemerintah hanya bicara jaga keseimbangan, rakyat hanya akan jadi korban ketidaktegasan,” ujar Prayogi.
Partai X juga mendesak Kementerian Keuangan untuk segera menyiapkan stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang tanggap terhadap dampak fluktuasi global. Ketegangan dagang akan berdampak pada nilai tukar, harga komoditas, dan arus investasi. Indonesia harus siap, bukan sekadar bersikap netral.
Partai X menutup dengan seruan agar pemerintah kembali pada prinsip dasar konstitusi. Netralitas bukan berarti pasif.
Sikap tidak memihak bukan berarti kehilangan arah. “Rakyat butuh arah, bukan alasan. Butuh kepemimpinan yang berani ambil sikap, bukan hanya bersembunyi di balik kata diplomasi,” ujar Prayogi.
Dalam situasi global yang genting, hanya negara dengan arah yang jelas dan komitmen pada rakyat yang akan bertahan. Dan menurut Partai X, itulah yang kini hilang dari sikap pemerintah: kompas keberpihakan yang tegas.