Pemerintah bakal menggeral retreat bagi kepala daerah di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang sedang diterapkan. Acara yang rencananya bakal digelar pada Februari 2025 ini diklaim untuk memperkuat koordinasi pembangunan daerah, dengan catatan digelar hanya dalam waktu 14 hari dari biasanya yang memakan waktu hingga 1-2 bulan.
Meski begitu, pelaksanaan retreat kepala daerah ini pun tetap menuai kritik dari berbagai pihak. tetapi di sisi lain menuai kritik dari berbagai pihak. Masyarakat mempertanyakan urgensi kegiatan tersebut di tengah berbagai pemangkasan anggaran yang berdampak pada layanan publik.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menyoroti bahwa keputusan pemerintah ini yang dianggap bertolak belakang dengan prinsip efisiensi yang sedang dikedepankan. Seharusnya, kebijakan pemerintah didasarkan pada prinsip efektivitas, efisiensi, dan transparansi dalam menjalankan kewenangan.
Menurut Rinto, jika benar efisiensi anggaran menjadi prioritas, maka segala bentuk pengeluaran harus berdasarkan skala urgensi yang jelas. Kegiatan retreat yang memerlukan anggaran besar berpotensi bertolak belakang dengan upaya penghematan yang digaungkan pemerintah.
Dengan kata lain, koordinasi pemerintahan seperti yang sebelumnya dilakukan melalui retreat dikatakan Rinto bisa dilakukan dengan metode yang lebih hemat, seperti melalui teknologi komunikasi atau pertemuan berbasis daring.
“Kami memahami pentingnya koordinasi antarkepala daerah, tetapi harus dipastikan bahwa metode yang digunakan benar-benar efektif dan efisien. Di era digital seperti sekarang, apakah retreat ini satu-satunya cara? Bukankah ada teknologi yang memungkinkan pertemuan dengan biaya lebih rendah?” ujar Rinto.
Partai X, yang menjadikan efektivitas, efisiensi, dan transparansi sebagai prinsip utama dalam menjalankan kewenangan, menilai kebijakan ini perlu dikaji ulang. Rinto menegaskan, penghematan anggaran seharusnya tidak hanya diberlakukan pada sektor layanan publik, tetapi juga pada kegiatan pemerintah yang tidak memiliki dampak langsung bagi masyarakat.
Lebih lanjut, Rinto mengkritisi kebijakan pemerintah yang sering kali lebih mengutamakan kepentingan elite dibanding kesejahteraan rakyat. Ia mencontohkan pemangkasan anggaran di beberapa sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan, yang justru berdampak langsung pada masyarakat kecil.
“Jika pengurangan anggaran diberlakukan untuk sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan rakyat, seperti kesehatan dan pendidikan, maka pengeluaran untuk acara seperti retreat perlu dipertanyakan urgensinya,” tegasnya.
Apalagi, Partai X yang berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila, terutama sila ke-5 tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam hal ini menyoroti setiap kebijakan negara harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan rasional. Retreat kepala daerah di tengah efisiensi anggaran menimbulkan pertanyaan apakah keadilan telah diterapkan secara proporsional dalam pengelolaan keuangan negara?
“Jangan sampai efisiensi ini hanya menyasar rakyat kecil, sementara belanja negara untuk kepentingan elite tetap berjalan seperti biasa. Ini bukan sekadar masalah anggaran, tetapi soal keadilan sosial, sebagaimana termaktub dalam sila ke-5 Pancasila,” kata Rinto.
Partai X menekankan, negara harus dijalankan dengan konsep yang jelas, di mana kebijakan harus berorientasi pada kepentingan rakyat. Dalam hal ini, Rinto dengan tegas meminta pemerintah untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan memiliki manfaat nyata bagi masyarakat.
“Jika ingin efisiensi, maka lakukan secara menyeluruh, bukan setengah-setengah. Jangan sampai rakyat diminta berhemat, tapi pejabat tetap bermewah-mewahan,” ungkapnya.
Lantas, haruskah ada retreat di tengah efisiensi anggaran? Menurut Partai X, pemerintah perlu meninjau kembali skala prioritas dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat luas. “Sebab, ini bukan sekadar agenda seremonial bagi para pejabat,” pungkas Rinto.