Berita

Rapat Tertutup Komisi XI DPR RI Soal Coretax, Transparansi Dipertanyakan
Berita Terbaru

Rapat Tertutup Komisi XI DPR RI Soal Coretax, Transparansi Dipertanyakan

Komisi XI DPR RI memanggil Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (kemenkeu), Suryo Utomo untuk membahas aplikasi administrasi perpajakan berbasis digiltal Coretax. Namun, pemanggilan untuk rapat pembahasan tersebut dilangsungkan tertutup.

Padahal, sebelumnya DPR RI menyatakan akan menguliti sistem pajak Coretax yang diduga bermasalah. Publik pun bertanya-tanya, mengapa agenda yang seharusnya transparan justru dibahas di balik pintu tertutup?

Sistem Coretax, yang digadang-gadang sebagai reformasi digital perpajakan, justru menuai banyak kritik akibat dugaan pemborosan anggaran dan ketidakefektifan sistem. Menghabiskan  anggaran triliunan rupiah, Coretax diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan transparansi perpajakan.

Namun, hingga kini, sistem yang menghabiskan kurang lebih Rp1,3 triliun tersebut masih penuh dengan kendala teknis yang mempersulit wajib pajak serta rawan manipulasi data. Keputusan Komisi XI untuk menutup akses publik dalam pembahasan isu krusial ini menuai polemik.

Sejumlah pihak menilai hal ini bertentangan dengan semangat transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya menjadi prinsip utama dalam pengelolaan keuangan negara.

Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyatakan, langkah DPR dalam mengatasi permasalahan Coretax masih jauh dari harapan. Menurutnya, rapat tertutup hanya menambah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan DPR.

"Bagaimana mungkin kita berbicara soal reformasi pajak dan transparansi keuangan, tetapi pembahasannya dilakukan secara tertutup? Ini mencederai prinsip akuntabilitas yang seharusnya dipegang oleh DPR," ujarnya.

Rinto menegaskan, masalah dalam sistem Coretax harus diselesaikan dengan pendekatan yang lebih konkret, bukan hanya sekadar rapat-rapat yang tidak memberikan solusi nyata. Menurutnya, DPR harus mengambil langkah tegas seperti membentuk panitia khusus (Pansus) untuk melakukan audit menyeluruh terhadap proyek Coretax.

"Jika memang ada indikasi penyimpangan anggaran atau kesalahan teknis yang disengaja, maka harus ada konsekuensi hukum bagi pihak yang bertanggung jawab. Jangan sampai ini menjadi proyek yang hanya menguntungkan segelintir elite dan merugikan rakyat," imbuhnya.

Partai X menilai tindakan Komisi XI ini merupakan contoh nyata dari ketidaksesuaian antara janji-janji pemangku kepentingan dan implementasi kebijakan di pemerintahan. Politik, sebagaimana didefinisikan oleh Partai X, adalah perjuangan untuk menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan demi kesejahteraan rakyat.

Dikatakan Rinto, dengan menggelar rapat tertutup, prinsip transparansi telah dikorbankan, dan rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara tidak diberi akses atas informasi yang seharusnya menjadi hak publik. Dalam hal ini, menurutnya, pemerintah dan DPR seharusnya memastikan bahwa sistem pajak tidak hanya efisien dalam pemungutan, tetapi juga adil dan transparan dalam implementasi.

Lebih jauh, Rinto menyebut, tindakan menggelar rapat tertutup ini mencerminkan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke-5 tentang Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. “Jika sistem perpajakan dikelola dengan cara yang tertutup dan sarat kepentingan elite, maka keadilan dalam distribusi beban pajak tidak akan pernah tercapai,” tegasnya.

Partai X mendesak agar rapat-rapat yang membahas kebijakan keuangan publik dilakukan secara terbuka. Jika ada indikasi penyimpangan dalam pengadaan dan implementasi Coretax, maka harus ada langkah hukum yang tegas.

“Publik berhak mengetahui bagaimana dana pajak mereka digunakan, dan apakah sistem ini benar-benar bermanfaat bagi negara atau justru menjadi ladang bagi kepentingan segelintir elite,” pungkas Rinto.

Pemerintah dan DPR harus kembali kepada prinsip utama dalam menjalankan kewenangan: transparansi, akuntabilitas, dan kesejahteraan rakyat. Jika prinsip-prinsip ini terus diabaikan, maka kepercayaan publik terhadap lembaga negara akan semakin terkikis, membawa bangsa ini semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan yang sesungguhnya.