Rencana pembentukan Family Office pada Februari 2025 yang diusulkan Ketua Dewan Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan kepada Presiden RI Prabowo Subianto menuai beragam respons dari berbagai kalangan. Rencana pembentukan tersebut disebut-sebut menjadi platform yang mengelola kekayaan keluarga besar Indonesia dan dana institusi lain secara lebih efektif demi mendukung pembangunan berkelanjutan.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan memberikan pandangannya terkait isu ini. Menurutnya, kebijakan tersebut bisa menjadi peluang besar bagi Indonesia, namun juga berpotensi menyimpan risiko yang perlu diantisipasi dengan cermat.
"Dalam konteks ini, pembentukan Family Office memiliki potensi besar jika benar-benar digunakan untuk mengelola investasi dan kekayaan nasional secara strategis dan bertanggung jawab," kata Rinto.
Rinto menjelaskan, konsep Family Office dapat membantu mengoptimalkan aset nasional, menarik investasi asing, dan memperkuat struktur perekonomian Indonesia. Namun, ia menekankan bahwa prinsip transparansi, efisiensi, dan efektivitas harus menjadi pilar utama dalam pelaksanaannya.
Pembentukan Family Office sendiri bila dilakukan dengan tepat, dinilai rinto dapat menjadi langkah strategis untuk membawa Indonesia menjadi pusat investasi regional. Dengan potensi dana besar yang dikelola secara profesional, kebijakan ini dapat mempercepat pembangunan infrastruktur, meningkatkan akses pendidikan, dan membuka lapangan kerja baru di daerah-daerah tertinggal.
"Kita harus melihat ini sebagai peluang untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif secara global. Prinsip Sila Kelima Pancasila, yaitu 'Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,' harus menjadi panduan utama dalam kebijakan ini. Jangan sampai hanya menguntungkan segelintir elit tanpa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas," tegas Rinto.
Lebih jauh Rinto mengungkapkan, ada potensi risiko yang mungkin muncul dari pembentukan Family Office. Ia mengingatkan pengelolaan kekayaan dalam skala besar sering kali menjadi lahan subur bagi penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan.
"Kita perlu bertanya: sejauh mana kebijakan ini akan diawasi? Apakah ada mekanisme yang jelas untuk mencegah penyalahgunaan? Prinsip Partai X sangat menentang segala bentuk manipulasi kekuasaan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila," ungkapnya.
Rinto juga menyebut pembentukan Family Office harus diawasi secara ketat oleh lembaga independen. Family Office diharapkan menjadi wujud nyata dari pengelolaan kekayaan yang berdasarkan kebijaksanaan kolektif, melibatkan para ahli, dan diawasi secara professional.
Namun, penting untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya menguntungkan segelintir elit, melainkan menciptakan efek domino yang membawa manfaat bagi masyarakat luas.
"Jangan sampai kebijakan ini menjadi 'kendaraan pribadi' bagi para elit untuk memperkaya diri. Pemerintah harus memastikan bahwa rakyat adalah pihak yang mendapatkan manfaat terbesar dari kebijakan ini," jelas Rinto.
Rinto dalam hal ini merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk memastikan kebijakan Family Office memberikan dampak positif: Di antaranya, harus tranparansi, sehingga setiap proses dan keputusan harus dibuka ke publik untuk menghindari kecurigaan.
Kemudian, dilakukan pengawasan independent. Dalam hal ini, lembaga non-pemerintah dan ahli investasi harus dilibatkan dalam mengawasi pengelolaan dana. Lalu, harus ada keterlibatan dari masyarakat, yang mana kebijakan ini harus memiliki target yang jelas dalam mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama di daerah tertinggal.
Rekomendasi terakhir disebutkan Rinto, dalam pelaksanaan Family Office juga perlu keberlanjutan jangka Panjang. Kebijakan ini tidak boleh hanya menjadi proyek politik jangka pendek, melainkan harus berorientasi pada keberlanjutan ekonomi nasional.
Rinto menegaskan, pembentukan Family Office bisa menjadi peluang besar bagi Indonesia jika dijalankan sesuai prinsip keadilan sosial dan transparansi. Namun, jika tidak dikelola dengan hati-hati, kebijakan ini berpotensi menjadi ancaman tersembunyi yang justru merugikan rakyat.
"Pemerintah harus ingat bahwa politik bukan untuk melayani segelintir elit, melainkan alat untuk membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan sampai peluang ini berubah menjadi musibah," pungkasnya.