Jika politik diibaratkan rumah, maka ekonomi dapat dianggap sebagai kegiatan di dalam rumah. Sebagai rumah, politik harus memiliki struktur dan fungsi yang jelas. Rumah biasanya memiliki atap yang melindungi, dinding yang menentukan batas, dan lantai yang menjamin kenyamanan untuk penghuninya.
Dalam konteks politik, atapnya adalah stabilitas, dindingnya adalah kebijakan, dan laintanya adalah keamanan dan kenyamanan masyarakat. Sementara itu, ekonomi sebagai kegiatan di dalam rumah melibatkan berbagai komponen seperti rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah.
Rumah tangga berperan sebagai konsumen dengan membeli berbagai barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perusahaan berperan sebagai produsen yang menghasilkan berbagai produk untuk dijual. Pemerintah berperan sebagai regulator yang mengatur kebijakan ekonomi untuk memastikan stabilitas dan kemakmuran masyarakat.
Namun, sepertinya rumah yang disebut dengan Indonesia sedang dijarah oleh oknum.
Politik di Indonesia Sedang Dijarah
Jika politik dijarah oleh sekelompok oknum jahat, maka rumah tersebut dapat rusak. Dinding kebijakan yang seharusnya melindungi masyarakat dapat retak, dan atap stabilitas dapat rusak.
Kondisi ini dapat menyebabkan ketergangguan dalam kegiatan ekonomi di dalam rumah. Rumah tangga tidak dapat membeli barang dan jasa dengan aman, perusahaan tidak dapat berproduksi dengan efektif, dan pemerintah tidak dapat mengatur kebijakan dengan tepat.
Mahfud MD pernah secara terang-terangan mengakui adanya jual beli pasal yang dilakukan oleh pemerintah terhadap oknum dari kalangan elit. Masyarakat Indonesia diperkenalkan gelar 9 Naga yang didapuk sebagai Penguasa Ekonomi Indonesia.
Lantas bagaimana dengan masyarakat menengah ke bawah? Apakah kebijakan dapat menjadi dinding pembatas yang kokoh melindungi masyarakat atau justru malah menjadi tembok penjara bagi masyarakat?
Karena, melihat kondisi saat ini dimana harga barang melonjak tidak diimbangi dengan tingkat daya beli masyarakat yang membuktikan bahwa pasar mengalami gangguan. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat hampir semua pendapatan yang diperoleh untuk beli makanan, perlengkapan rumah tangga yang artinya daya beli masyarakat Indonesia tergolong rendah.
Anggaran bantuan sosial pada tahun 2024 sebagaimana tertuang dalam APBN KITA edisi Maret 2024 senilai Rp152,30 triliun, naik sekitar 6,08 persen dari pagu anggaran bansos yang disediakan untuk tahun anggaran 2023 sebesar Rp 143,57 triliun.
Bukan hanya itu, pemerintah juga tidak sepenuhnya mengumpulkan pajak secara efektif, efisien, dan transparan. Keluhan masyarakat akan penggunaan Pajak di Indonesia pun menjadi buktinya. Terganggunya mekanisme perpajakan ini mengakibatkan keterbelahan masyaran dan juga meningkatkan ketimpangan ekonomi. Terlebih lagi dengan adanya oknum pemeriksa pajak yang asal tembak angka.
Akibatnya, politik yang seharusnya berujung pada kesejahteraan masyarakat justru berubah menjadi political crime yang malah membuat masyarakat semakin menderita.
Di Luar Kendali Kepala Rumah Tangga
Presiden sebagai kepala rumah tangga yang berada di rumah justru tidak dapat mengendalikan orang-orang yang menjadi koordinator di setiap ruangan dalam rumah. Berdasarkan prinsip rentang kendali (span of control) yang dikemukakan oleh Henry Fayol, seorang manajer sebaiknya tidak mengawasi lebih dari 15 orang bawahan secara langsung.
Dalam struktur pemerintahan Indonesia, presiden memiliki jumlah menteri yang melebihi batas optimal rentang kendali tersebut. Saat ini terdapat 34 kementerian di bawah kepemimpinan presiden, yang terbagi menjadi 4 kementerian koordinator dan 30 kementerian lainnya. Jumlah ini jauh melebihi rentang kendali ideal 5-15 orang menurut Fayol.
Dengan jumlah menteri yang terlalu banyak, presiden akan kesulitan memberikan pengawasan dan pengarahan yang memadai kepada setiap menteri. Akibatnya, beberapa kebijakan pemerintah mungkin tidak dapat diimplementasikan secara efektif.
Hal itulah yang mengakibatkan kondisi rumah mengalami gonjang-ganjing. Penjarahan menjadi mudah dilakukan. Sehingga, masyarakat tidak dapat mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.