Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B. Najamuddin lagi-lagi membuat pernyataan terkait usulan pendanaan program makanan bergizi gratis (MBG). Kali ini, ia mengusulkan dana untuk program tersebut bisa menggunakan uang koruptor yang disimpan di luar negeri.
Sultan bahkan menyebut, dari dana uang koruptor untuk program MBG ini akan membuat Presiden RI Prabowo Subianto menjadi Robin Hood bagi masyarakat kecil. Lantaran, dana yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi dialokasikan untuk membiayai pemberian makanan bergizi kepada masyarakat.
Sebelumnya, Sultan juga mengusulkan penggunaan dana zakat untuk tujuan yang sama. Alasannya, pemerintah tidak bisa sekedar menggunakan sumber dana dari APBN semata dalam pelaksanaan program MBG. Namun, gagasan tersebut memicu kritik dari berbagai kalangan.
Menanggapi usulan terbaru tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiawan menyatakan, jika penggunaan uang rampasan korupsi memang bisa dianggap sejalan dengan semangat keadilan sosial dalam Pancasila. Namun, implementasinya harus dilakukan dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. Hal ini penting agar tidak hanya memenuhi aspek hukum tetapi juga kepercayaan publik.
“Kami mendukung segala upaya yang dapat meringankan beban masyarakat, namun menggunakan dana hasil korupsi sebagai sumber pendanaan program ini perlu dikaji lebih mendalam. Ada banyak aspek hukum dan moral yang harus diperhatikan. Dana korupsi harusnya digunakan untuk memperbaiki sistem yang rusak, bukan hanya sebagai solusi sesaat,” ujarnya.
Rinto juga menekankan, penggunaan uang korupsi untuk program sosial dapat menciptakan preseden yang tidak tepat dan mengurangi efektivitas jangka panjang dalam pencegahan korupsi. Ia mengingatkan, yang perlu diutamakan adalah perbaikan sistem dan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku korupsi agar negara bisa mengurangi ketergantungan pada dana yang tidak seharusnya digunakan untuk kepentingan publik.
Lebih lanjut, Rinto mengusulkan agar pemerintah bersama legislatif mencari solusi jangka panjang untuk mengatasi permasalahan pangan bergizi melalui peningkatan anggaran untuk sektor sosial dan kesejahteraan rakyat.
“Kami percaya, dengan pengelolaan yang baik dan pengawasan yang ketat, anggaran negara dapat dialokasikan dengan tepat untuk kesejahteraan rakyat tanpa harus bergantung pada dana yang berasal dari kejahatan,” tegasnya.
Pernyataan ini diharapkan dapat membuka diskusi yang lebih luas mengenai cara-cara yang lebih bijaksana dalam menangani masalah sosial, salah satunya berkaitan dengan program MBG dan meminimalisir dampak negatif dari tindakan korupsi di Indonesia.