Penangkapan Tom Lembong, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia, mengejutkan banyak kalangan. Terutama, para investor dan ekonom internasional. Sepanjang puluhan tahun, Lembong dikenal sebagai sosok yang memiliki reputasi baik dan dianggap sebagai salah satu arsitek kebijakan investasi yang progresif di Indonesia Ketika menjabat sebagai kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di era Jokowi. Dengan latar belakang yang kuat dalam ekonomi dan pengalaman di berbagai posisi strategis, penangkapannya menimbulkan dampak signifikan terhadap kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia.
Tom Lembong telah lama menjadi wajah positif bagi investasi asing di Indonesia. Sebagai mantan Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM, ia berperan aktif dalam mempromosikan Indonesia sebagai tujuan investasi yang menarik. Lembong dikenal karena kemampuannya dalam menjalin hubungan baik dengan investor asing, serta upayanya untuk memperbaiki iklim investasi di tanah air. Ia sering berbicara di forum internasional, menjelaskan potensi ekonomi Indonesia dan mendorong kerjasama bilateral, terutama dengan negara-negara seperti Australia dan Jepang.
Di bawah kepemimpinannya, BKPM mencatat peningkatan signifikan dalam minat investasi asing, terutama di sektor energi dan sumber daya mineral. Lembong juga berfokus pada pengembangan sektor digital dan startup, yang menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kontribusinya dalam menarik perhatian investor global membuatnya dihormati di kalangan ekonom internasional.
Penangkapan Tom Lembong tidak hanya mengguncang reputasinya tetapi juga mempengaruhi persepsi investor terhadap stabilitas politik dan hukum di Indonesia. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran bahwa iklim investasi yang telah dibangun menghadapi tantangan dalam hal transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan Prabowo.
Penangkapan seorang tokoh dengan reputasi baik seperti Lembong dapat memicu kecurigaan. Apakah ini peristiwa hukum atau peristiwa politik. Apalagi, Gerindra buru-buru berupaya menangkis dan memberi isyarat bahwa Prabowo dan Gerindra tidak terlibat dalam operasi itu.
Reaksi pasar terhadap penangkapan Lembong menunjukkan penurunan kepercayaan yang signifikan. Saham-saham perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia mengalami fluktuasi, dengan banyak investor menjual saham mereka karena ketidakpastian yang ditimbulkan oleh situasi ini.
Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga mengalami tekanan, mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Investor asing seringkali menilai risiko politik sebagai faktor penting dalam keputusan investasi mereka. Penangkapan seorang pemimpin yang memiliki reputasi baik seperti Lembong dapat memperburuk citra Indonesia di mata investor global. Hal ini berpotensi menyebabkan
“Oleh karena itu, Prabowo harus segera merapatkan barisan, mengambil alih komando pemerintahan dari residu rezim sebelumnya, dan memulihkan kepercayaan internasional dengan melakukan pemebrantasan korupsi dan penegakan hukum secara tegas, transparan, dan tuntas.” demikian ungkap pengamat Politik dan Hubungan Internasional dari Sekolah Negarawan Partai X, Yoe R. Saputra.
“Selain itu, pemerintah juga harus terus berkomitmen untuk memperbaiki iklim investasi dengan mengurangi birokrasi yang rumit, memberantas pungutan liar, dan menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi investasi langsung dan jangka panjang. Tanpa mengorbankan kedaulatan negara,” demikian pungkasnya.* R
.
Ilustrasi:
Jabatan utama yang dipegang Thomas Lembong sebelum menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah sebagai berikut:
1995: Anggota staf di Divisi Ekuitas di Morgan Stanley (Singapura).
Manajer Senior di Departemen Keuangan Korporat di Makindo Securities, sebuah bank investasi di Jakarta.
Bankir investasi di Deutsche Securities di Jakarta.
2002–2005: Kepala Divisi, dan Wakil Presiden Senior, Badan Penyehatan Perbankan Nasional di Jakarta.
2006: Anggota pendiri dan mitra pengelola serta CEO, Quvat Management, sebuah dana ekuitas swasta yang didirikan pada tahun 2006, juga bekerja sama dengan Principia Management Group, Jakarta.
2008: terpilih sebagai Pemimpin Global Muda di Forum Ekonomi Dunia.
2012: Presiden Komisaris, PT Graha Layar Prima Tbk, operator bioskop yang berbasis di Indonesia.