Usai menertibkan distribusi LPG 3 Kg atau gas melon, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali mengambil langkah strategis dalam pengelolaan energi bersubsidi. Kali ini, pemerintah tengah bersiap menertibkan penyaluran solar subsidi.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menyatakan, kebijakan tersebut dibuat guna memastikan distribusi solar bersubsidi tepat sasaran, mengingat masih banyak penyalahgunaan yang terjadi di lapangan.
Menurut data Kementerian ESDM, penggunaan solar subsidi sering kali tidak tepat sasaran, dengan banyaknya kendaraan dan industri besar yang turut menikmati subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi kelompok tertentu. Oleh karena itu, pemerintah tengah menyiapkan regulasi ketat terkait pendistribusian solar subsidi.
Kebijakan Ini Harus Dikaji Ulang
Menanggapi kebijakan ini, anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra menyatakan, kebijakan penertiban solar subsidi harus dikaji ulang untuk memastikan bahwa masyarakat kecil tetap mendapatkan haknya. "Kami memahami, pemerintah ingin mengurangi penyalahgunaan subsidi, tetapi harus ada mekanisme yang jelas agar kebijakan ini tidak malah menyulitkan kelompok rentan," ujarnya.
Menurutnya, prinsip politik Partai X adalah memastikan kebijakan negara harus transparan dan benar-benar menyejahterakan rakyat, bukan hanya menjadi alat kendali ekonomi bagi segelintir pihak. "Sila ke-5 Pancasila tentang keadilan sosial harus benar-benar dijadikan dasar dalam setiap kebijakan, bukan hanya sekadar wacana. Jika solar subsidi dihapus atau diperketat tanpa solusi konkret, maka rakyat kecil yang akan merasakan dampak terbesarnya," kata Prayogi.
Pemerintah Harus Bersikap Responsif terhadap Dampak Sosial
Dari perspektif Partai X, kebijakan ini perlu dikritisi dalam konteks keadilan sosial dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Dijelaskan Prayogi, ada dua poin utama yang menjadi perhatian mengenai kebijakan penertiban solar subsidi ini.
Pertama, memunculkan potensi ketimpangan dalam penerapan regulasi. Dalam artian, kebijakan penertiban solar subsidi harus memastikan bahwa kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan tidak dirugikan. “Berdasarkan prinsip Pancasila yang sering digaungkan Partai X, kebijakan ini harus dirancang dengan mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat kecil,” jelas Prayogi.
Kedua, adanya pemisahan kepentingan negara dan pemerintah. Dalam hal ini, Prayogi menegaskan, pemerintah seharusnya tidak berperan sebagai pemilik mutlak kebijakan negara, melainkan sebagai pelaksana yang mengacu pada kepentingan rakyat secara luas.
“Kebijakan penertiban solar subsidi seharusnya tidak hanya menjadi keputusan sepihak oleh pemerintah, tetapi melalui proses musyawarah dan keterlibatan masyarakat,” terangnnya.
Lebih jauh, Prayogi menyebut, langkah penertiban solar subsidi memang bertujuan baik untuk mencegah kebocoran dan penyalahgunaan anggaran negara. Namun, kebijakan ini perlu dikawal agar tidak menjadi instrumen yang justru membebani masyarakat kecil.
Dengan tegas, Prayogi menyebut, kebijakan negara harus mencerminkan prinsip keadilan dan musyawarah, bukan hanya sekadar kepentingan elit atau kelompok tertentu. “Karena itu, transparansi dalam implementasi serta perlindungan bagi masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan energi nasional,” pungkasnya.