Berita

Partai X Ungkapkan Kejanggalan Landasan Hukum dan Integritas Agen Pengadaan Dalam Proyek Coretax
Berita Terbaru

Partai X Ungkapkan Kejanggalan Landasan Hukum dan Integritas Agen Pengadaan Dalam Proyek Coretax

Proyek pembaruan sistem administrasi perpajakan melalui aplikasi CoreTax yang dikelola oleh Kementerian Keuangan menuai kritik tajam dari Partai X. Proyek senilai 1,3  triliun ini dijalankan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018, yang dinilai Partai X memiliki kejanggalan pada landasan hukumnya. Selain itu, juga ditemukan catatan hitam dari perusahaan pemenang pengadaannya.

Rinto Setiyawan, Anggota Majelis Tinggi Partai X menyoroti hal paling utama yaitu absennya rujukan terhadap undang-undang atau peraturan pemerintah lain dalam bagian "mengingat," yang hanya mengacu pada Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945. Langkah ini dinilai menunjukkan penyalahgunaan kekuasaan oleh Joko Widodo selaku Presiden yang mengesahkan Perpres tersebut.

“Bagaimana bisa Perpres dibuat dengan hanya mengacu pada Pasal 4 Ayat 1 UUD tentang kekuasaan Presiden tanpa merujuk pada peraturan lainnya sesuai dengan hierarki perundang-undangan,” jelas Rinto.

Proyek besar ini mencakup berbagai pengadaan, meliputi pengadaan agen procurement oleh PricewaterhouseCoopers (PwC) senilai Rp37,8 miliar, pengadaan sistem integrator oleh LG CNS–Qualysoft Consortium dengan nilai Rp1,228 triliun, serta pengadaan jasa konsultansi oleh PT Deloitte Consulting dan PT Towers Watson Indonesia dengan nilai total lebih dari Rp129 miliar.

“Ini adalah proyek yang melibatkan anggaran besar, dan kami melihat ada kejanggalan pada proses hukum dan tata kelolanya,” lanjut Rinto.

Di antara para pemenang tender, penunjukan PwC sebagai procurement agent untuk proyek e-Tax Court menjadi sorotan. Reputasi PwC tercoreng setelah terlibat dalam skandal pajak di Inggris dan Australia. Dalam laporan Accountancy Age, PwC diduga memfasilitasi manipulasi pajak yang melibatkan klien-klien elitnya. Sehingga, integritas perusahaan diragukan.

Hal ini tentu akan mengakibatkan keraguan atas transparansi dan kredibilitas pelaksanaan proyek. Padahal, CoreTax sendiri dirancang untuk meminimalkan hingga menghapus potensi kebocoran pendapatan negara akibat kurangnya pengawasan yang efektif.

Partai X memperingatkan bahwa kerja sama dengan pihak-pihak yang memiliki jejak skandal dapat mengurangi efektivitas sistem yang dirancang untuk memberantas kebocoran dan meningkatkan efisiensi perpajakan. Jika tidak diawasi dengan ketat, maka potensi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek ini juga bisa meningkat.

“Bagaimana pemerintah bisa menjamin transparansi dan akuntabilitas jika agen yang dipilih memiliki rekam jejak buruk? Ini adalah sinyal yang salah kepada masyarakat,” kata Rinto.

Partai X juga mempertanyakan peran sejumlah tokoh, termasuk Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Yasonna Hamonangan Laoly, dalam pelaksanaan proyek ini. Jokowi dan Yasonna yang menandatanganani perpres berasal dari Parpol yang sama yaitu PDI-P. Sementara, Sri Mulyani bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek CoreTax sebagai menteri terkait.

Hal ini menimbulkan adanya dugaan bahwa PDIP memiliki peran besar dalam meloloskan proyek ini, yang memunculkan dugaan adanya kongkalikong demi kepentingan pribadi atau kelompok. Hal ini menambah keraguan publik terhadap komitmen pemerintah dalam menjalankan reformasi perpajakan secara transparan.

Partai X mendesak pemerintah untuk memberikan penjelasan lengkap mengenai prosedur dan alasan pemilihan agen pengadaan proyek. Mereka juga meminta adanya jaminan bahwa sistem CoreTax benar-benar dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi administrasi perpajakan, tanpa menyisakan persoalan hukum maupun etika.

“Tanpa transparansi dan akuntabilitas yang memadai, reformasi perpajakan hanya akan menjadi proyek ambisius tanpa dampak nyata bagi masyarakat,” ujar perwakilan Partai X.

Partai X juga menekankan pentingnya pengawasan lebih lanjut terhadap implementasi CoreTax agar tujuan reformasi administrasi perpajakan dapat tercapai tanpa penyimpangan. Saat berita ini ditulis, 7 Januari 2025, aplikasi CoreTax dibajiri keluhan dari Wajib Pajak (WP) karena kegagalan fungsi. Kegagalan fungsi beberapa fitur ini tidak hanya mengganggu proses bisnis para Wajib Pajak, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap kepatuhan pajak.

Sementara itu Ahli Hukum Pajak  Dr. Alessandro Rey, SH, MH, MKn, BSC, MBA, LUTCF, LUF, FSS, CPM, CLA, IPC, CRA, CLI, CTA, CCA, CEA., menanggapi perihal masalah hierarki perundang-undangan yang dikritik oleh Partai X.

Menurutnya  Perpres tidak bisa langsung melaksanakan UUD karena harus melalui perantara Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah (PP). Perpres adalah instrumen pelaksana yang spesifik, bertujuan untuk menjabarkan apa yang telah ditentukan oleh UU atau PP. Dengan demikian, setiap Perpres harus jelas dasar hukum dan lingkup kewenangannya agar tetap sejalan dengan prinsip negara hukum dan hierarki peraturan yang berlaku.

“Menurut hierarki tersebut, konstitusi sebagai hukum tertinggi memberikan kewenangan umum kepada berbagai lembaga negara, termasuk Presiden. Namun, pelaksanaan kewenangan itu memerlukan penjabaran lebih lanjut dalam bentuk Undang-Undang (UU) atau peraturan di bawahnya, seperti Peraturan Pemerintah (PP),” jelas Rey.