Berita

Partai X Soroti Omnibus Law: Harapan Baru atau Ancaman Bagi Demokrasi?
Berita Terbaru

Partai X Soroti Omnibus Law: Harapan Baru atau Ancaman Bagi Demokrasi?

Diskusi mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law bidang politik yang digelar oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI belum lama ini menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen, menimbulkan beragam reaksi. Penghapusan ambang batas ini diyakini dapat membuka peluang bagi lebih banyak figur potensial untuk maju dalam kontestasi pemilihan presiden. Namun, apakah aturan baru ini benar-benar menjadi angin segar bagi demokrasi Indonesia?

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menyampaikan, meskipun langkah ini dinilai positif, tidak berarti pembahasan RUU Omnibus Law bidang politik bisa diabaikan begitu saja. Menurut Rinto, RUU tersebut harus mampu mencerminkan semangat reformasi, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip keadilan sosial dan transparansi.

“Penghapusan ambang batas presiden memang langkah maju dalam memperbanyak pilihan bagi masyarakat. Namun, RUU Omnibus Law yang sedang dibahas ini harus dijaga agar tidak mengarah pada sentralisasi kekuasaan yang justru bisa merugikan rakyat banyak,” ujarnya.

Rinto menambahkan, setiap kebijakan yang dihasilkan, terutama yang bersifat strategis seperti Omnibus Law, harus sejalan dengan cita-cita Pancasila, khususnya Sila ke-4 yang menekankan pentingnya musyawarah untuk mufakat dan prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam hal ini, Rinto menilai bahwa kebijakan yang tidak transparan berpotensi mengkhianati nilai-nilai luhur tersebut.

“RUU Omnibus Law haruslah menyentuh seluruh aspek kehidupan sosial-politik dengan adil. Kami menolak jika kebijakan ini hanya digunakan sebagai alat untuk kepentingan elit atau golongan tertentu, yang justru akan menambah kesenjangan sosial di Indonesia,” imbuhnya.

Rinto menilai, jika rancangan kebijakan dilakukan tidak transparan berisiko mengkhianati nilai-nilai tersebut dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi negara.

“RUU ini harus mencerminkan semangat reformasi, bukan malah menjadi alat sentralisasi kekuasaan yang bertentangan dengan prinsip demokrasi. Kita tidak ingin regulasi ini hanya menjadi alat kepentingan segelintir pihak. Hal ini bertentangan dengan semangat Pancasila yang menempatkan keadilan dan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama,” pungkasnya.

Rinto Setiyawan juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk melihat kebijakan ini dengan lebih kritis, dengan merenungkan kembali esensi dari Pancasila yang harus diimplementasikan dalam setiap regulasi negara. Ia menekankan bahwa pengesahan RUU Omnibus Law tidak boleh sekadar menjadi prosedur yang dilakukan untuk kepentingan pemerintah jangka pendek, tetapi harus memperhatikan nilai-nilai kemerdekaan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi seluruh rakyat Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum.

Diskusi terkait RUU Omnibus Law ini masih akan berlangsung di DPR RI, dengan berbagai pandangan yang mencerminkan kompleksitas pemerintahan Indonesia. Publik berharap hasil pembahasan mampu menciptakan regulasi yang benar-benar mencerminkan kebutuhan rakyat dan memperkuat demokrasi.

Masyarakat tentu berharap, hasil pembahasan yang akhirnya disepakati mampu menciptakan regulasi yang mencerminkan kebutuhan rakyat dan memperkuat demokrasi, bukan hanya menguntungkan segelintir pihak. Selain itu, apakah RUU Omnibuw Law benar-benar bisa membawa perubahan besar dan dapat menjadi angin segar atau justru menambah tantangan baru bagi sistem pemerintah Indonesia.