Berita

Partai X Soroti Kenaikan PPN dan Kontradiksinya dengan Janji Kampanye Prabowo
Berita Terbaru

Partai X Soroti Kenaikan PPN dan Kontradiksinya dengan Janji Kampanye Prabowo

Partai X, yang diwakili oleh Diana Isnaini selaku Anggota Majelis Tinggi Partai X, menyoroti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang baru saja disahkan oleh pemerintah. Kenaikan pajak ini dianggap bertentangan dengan janji kampanye Prabowo Subianto yang menyatakan bahwa pajak yang tinggi bisa mengurangi semangat kerja masyarakat. Dalam pandangan Partai X, kebijakan ini menimbulkan kontradiksi yang perlu dibahas lebih mendalam, terutama terkait dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat.

Diana Isnaini mengungkapkan bahwa janji Prabowo yang menyatakan bahwa kenaikan pajak dapat menurunkan semangat kerja masyarakat kini terlihat bertolak belakang dengan keputusan pemerintah untuk menaikkan PPN. Kenaikan pajak ini diperkirakan dapat menciptakan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, khususnya bagi mereka yang merasa terbebani oleh pajak yang lebih tinggi. “Jika PPN dinaikkan, daya beli masyarakat cenderung menurun, dan ini bisa menghambat konsumsi rumah tangga yang merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi,” ujar Diana.

Dampak Negatif pada Ekonomi Masyarakat
Menurut Diana, kenaikan PPN yang signifikan dapat mempengaruhi keputusan masyarakat dalam berinvestasi atau bahkan bekerja lebih keras. Ketika masyarakat merasa terbebani oleh pajak yang lebih tinggi, pengeluaran mereka kemungkinan besar akan berkurang, yang pada gilirannya bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dalam jangka panjang, hal ini berpotensi memperburuk kondisi ekonomi, terutama bagi lapisan masyarakat yang lebih rentan.

Pemisahan Negara dan Pemerintahan Menurut Partai X
Diana Isnaini menekankan bahwa dalam menghadapi kebijakan seperti kenaikan PPN, prinsip pemisahan antara negara dan pemerintahan yang diusung oleh Partai X sangat penting untuk dijalankan. Partai X berpegang pada keyakinan bahwa pemisahan ini penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. “Pemisahan negara dan pemerintahan memastikan bahwa presiden sebagai pemimpin negara dan pemerintahan dapat bertanggung jawab penuh atas kebijakan yang diambil. Jika kebijakan tersebut tidak mencerminkan kepentingan rakyat dan hanya menguntungkan segelintir elit, maka kita harus waspada terhadap akuntabilitas kepemimpinan,” ujar Diana.

Diana juga menegaskan bahwa pemisahan antara negara dan pemerintahan membuka ruang untuk transparansi dalam setiap kebijakan. Kenaikan PPN, menurutnya, seharusnya didiskusikan secara terbuka dan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, agar kebijakan tersebut benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi rakyat. “Kebijakan perpajakan yang diambil tanpa partisipasi publik berisiko tidak memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih luas,” tambah Diana.

Menghindari Penyalahgunaan Kekuasaan
Pemisahan ini, menurut Diana, juga berfungsi untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. “Pemerintah harus bertindak dengan penuh akuntabilitas dan tidak semena-mena dalam mengambil keputusan yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Jika presiden memiliki kekuasaan penuh tanpa adanya kontrol atau partisipasi dari lembaga lainnya, maka kebijakan yang diambil berpotensi tidak berpihak pada rakyat,” tegasnya.

Diana menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa keputusan-keputusan pemerintah, termasuk kebijakan perpajakan, harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan rakyat. “Kenaikan PPN ini haruslah dilihat dalam konteks yang lebih luas. Jangan sampai kebijakan ini hanya menguntungkan kelompok elit atau kepentingan politik tertentu, sementara kesejahteraan rakyat yang lebih luas terabaikan,” ujarnya.