Berita

Partai X: Regulasi Tanah Laut Jangan untuk Elite Saja!
Berita Terbaru

Partai X: Regulasi Tanah Laut Jangan untuk Elite Saja!

Pemerintah memastikan penertiban sertifikat tanah di laut, termasuk Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan pesisir, akan terus dilanjutkan.  Langkah ini diklaim bertujuan untuk menertibkan tata ruang wilayah laut, memastikan kepastian hukum, serta mencegah konflik kepemilikan lahan.

Penertiban tersebut dilakukan menyusul munculnya kasus pagar laut yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti di Tangerang, Bekasi, dan Surabaya. Menteri Sekretaris Negara (mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan, penindakan tegas akan dilakukan bagi siapa saja yang menerbitkan sertifikat HGB dan sertifikat hak milik (SHM) yang berada di atas laut.

Menanggapi hal tersebut, anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan sejatinya mendukung langkah penertiban yang dilakukan pemerintah ini. Namun, ia juga menilai langkah yang diambil pemerintah ini harus berpihak kepada kepentingan rakyat, bukan hanya menguntungkan kelompok tertentu. Jika tidak, maka kebijakan ini berpotensi menimbulkan ketimpangan dalam pengelolaan ruang laut jika tidak dilakukan dengan prinsip keadilan sosial dan transparansi.

"Kami memahami bahwa penertiban sertifikat tanah di laut bertujuan baik. Namun, pertanyaannya adalah, apakah ini benar-benar untuk rakyat atau justru akan lebih menguntungkan pihak tertentu, seperti korporasi besar yang memiliki kepentingan di pesisir? Prinsip keadilan sosial harus menjadi pegangan utama dalam kebijakan ini agar tidak ada masyarakat kecil yang dirugikan," kata Rinto.

Lebih lanjut, Rinto mengkritik kebijakan ini berpotensi dijalankan dengan pendekatan yang elitis dan minim keterlibatan masyarakat. Menurutnya, ada kekhawatiran program ini hanya akan menjadi alat legitimasi bagi kelompok tertentu untuk menguasai lahan pesisir dan laut atas nama "penertiban".

"Pemerintah selama ini terlalu sering membuat kebijakan yang dalam praktiknya lebih menguntungkan elite dan pemilik modal dibanding rakyat kecil. Ini adalah bentuk ketimpangan yang tidak sesuai dengan sila ke-5 Pancasila. Jika ini dibiarkan, maka rakyat, khususnya nelayan dan masyarakat pesisir, akan semakin terpinggirkan," imbuhnya.

Partai X juga mengingatkan dalam sistem ketatanegaraan yang sehat, pemerintah harus menjalankan perannya sebagai pelayan rakyat, bukan penguasa yang menetapkan kebijakan tanpa melibatkan masyarakat terdampak.

"Kami tidak ingin kebijakan ini menjadi cerminan dari pemerintahan yang lebih mengutamakan kepentingan segelintir orang dibanding rakyat banyak. Jika penertiban ini dilakukan tanpa transparansi, maka itu bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang efektif, efisien, dan transparan yang seharusnya dijalankan," tegas Rinto.

Lebih jauh, Rinto menawarkan solusi yang seharusnya diterapkan pemerintah dalam penertiban HGB di laut. Disebutkannya, setidaknya ada tiga langkah penting yang harus dilakukan pemerintah agar kebijakan ini tidak mencederai hak-hak masyarakat pesisir, di antaranya, keterbukaan data dan sosialisasi yang massif.

Dalam hal ini, Rinto menyampaikan, pemerintah harus membuka akses informasi seluas-luasnya terkait wilayah pesisir yang masuk dalam program penertiban. Masyarakat harus tahu siapa saja yang telah memiliki HGB. “Termasuk, bagaimana mekanisme pengurusannya, serta dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar,” jelasnya.

Kemudian, solusi lainnya berkaitan dengan pemberdayaan nelayan dan masyarakat pesisir.  Rinto menilai, dalam hal ini pemerintah harus menjamin bahwa masyarakat lokal tidak kehilangan akses terhadap sumber daya yang mereka andalkan untuk hidup. Program pemberdayaan, seperti pelatihan ekonomi berbasis maritim dan akses kredit usaha nelayan, harus menjadi bagian dari kebijakan ini.

Terakhir, harus ada pengawasan independen dan keterlibatan publik. Rinto menyebut, hal tersebut dibutuhkan untuk mengawasi proses penertiban agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Selain itu, keterlibatan organisasi masyarakat sipil dan akademisi diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar membawa manfaat bagi seluruh rakyat.

"Kami tidak ingin melihat kasus di mana rakyat kecil kehilangan haknya hanya karena regulasi yang berpihak pada pemilik modal. Pemerintah harus ingat bahwa mereka bekerja untuk rakyat, bukan untuk kelompok tertentu saja," pungkasnya.