Berita

Partai X: Fadli Zon Tidak Paham Kebebasan Berpendapat Sesuai UUD 1945?
Berita Terbaru

Partai X: Fadli Zon Tidak Paham Kebebasan Berpendapat Sesuai UUD 1945?

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, dengan tegas mengkritik pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang dinilai tidak memahami makna kebebasan berpendapat sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Pernyataan ini muncul setelah Fadli Zon mengomentari lagu ciptaan band Sukatani berjudul “Bayar Bayar Bayar” yang dianggap sebagai bentuk kritik terhadap institusi kepolisian. Fadli Zon menyatakan dukungannya terhadap kebebasan berekspresi, namun mengingatkan agar tidak merugikan institusi tertentu dan tetap menjaga batasan seperti tidak menyinggung SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).

Namun, menurut Rinto Setiyawan, pernyataan tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman Fadli Zon mengenai hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan kritik terhadap lembaga publik, apalagi jika kritik tersebut berbasis fakta dan pengalaman nyata masyarakat.

“Fadli Zon tidak memahami esensi kebebasan berpendapat. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menjamin hak setiap warga untuk mengemukakan pendapat, termasuk dalam bentuk kritik terhadap institusi negara. Kalau fakta di lapangan menunjukkan adanya praktik pungli oleh oknum aparat, apakah masyarakat tidak boleh mengkritik?” ujar Rinto.

Rinto menegaskan bahwa kritik terhadap institusi bukanlah serangan terhadap identitas SARA. Lagu “Bayar Bayar Bayar” mencerminkan keluhan masyarakat terhadap perilaku oknum aparat kepolisian yang sering kali menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi. Praktik pungutan liar dalam pengurusan SIM, STNK, SKCK, perpanjangan TNKB, izin acara (GIGs, konser, pentas seni, hingga pengajian), laporan kehilangan, bahkan negosiasi untuk menghindari tilang atau penanganan kasus korupsi menjadi sorotan utama dalam lagu tersebut.

“Apakah fakta lapangan yang sudah menjadi rahasia umum ini masih dianggap tabu untuk dikritik? Kalau oknum yang melakukan pelanggaran sudah terlalu banyak, maka wajar masyarakat merasa perlu mengangkat suara. Kritik semacam ini bukan bentuk ujaran kebencian apalagi terkait SARA. Ini murni suara rakyat yang menuntut transparansi dan reformasi dalam tubuh institusi penegak hukum,” tegas Rinto.

Partai X mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya melindungi hak warga negara untuk bersuara, bukan justru membatasi ruang berekspresi dengan dalih menjaga nama baik institusi. Rinto juga menekankan bahwa kritik adalah bagian dari sistem demokrasi dan menjadi kontrol sosial yang penting agar institusi negara berjalan sesuai amanat konstitusi.

Kalau semua kritik dianggap merugikan institusi, lalu di mana letak demokrasi kita? Pemerintah seharusnya mendengar, bukan membungkam,” pungkasnya.

KebebasanBerpendapat #UUD1945 #KritikMembangun #ReformasiInstitusi