Peluncuran program "Lapor Mas Wapres" oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menarik perhatian publik Indonesia. Inisiatif yang bertujuan untuk membuka jalur komunikasi langsung antara masyarakat dan pemerintah ini disambut dengan antusiasme, namun juga dibayangi kekhawatiran akan efektivitasnya dalam jangka panjang.
Pada hari pertama dibukanya layanan ini, animo masyarakat terlihat sangat tinggi. Warga dari berbagai daerah, bahkan dari luar Jabodetabek, berdatangan ke Istana Wakil Presiden untuk menyampaikan keluhan mereka. Mulai dari permasalahan bantuan sosial hingga isu-isu pendidikan, masyarakat menaruh harapan besar pada program ini untuk menyelesaikan masalah mereka.
Namun, di balik antusiasme tersebut, muncul pertanyaan kritis: Apakah "Lapor Mas Wapres" akan benar-benar efektif dalam menyelesaikan permasalahan rakyat, atau hanya akan menjadi gimmick pemerintah semata?
Beberapa aspek yang membuat kecurigaan bahwa program ini pemanis belaka. Pertama, kapasitas penanganan. Dengan jumlah pengaduan 50 orang per hari, ada kekhawatiran apakah sistem ini mampu menampung dan menindaklanjuti seluruh keluhan masyarakat secara efektif. Sementara, ada ribuan warga yang datang dari berbagai penjuru Indonesia tentu memiliki harapan tinggi agar suara mereka didengar.
Kedua, mekanisme tindak lanjut. Meskipun disebutkan bahwa pengaduan akan dikoordinasikan dengan instansi terkait dalam waktu 14 hari kerja, belum ada kejelasan mengenai mekanisme konkret untuk memastikan setiap keluhan ditangani dengan baik. Tanpa sistem yang transparan dan akuntabel, ada risiko pengaduan hanya akan berakhir di meja birokrasi tanpa solusi nyata.
Ketiga, integrasi dengan sistem yang ada Indonesia sebenarnya telah memiliki berbagai saluran pengaduan publik, seperti LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat). Pertanyaannya, bagaimana "Lapor Mas Wapres" akan diintegrasikan dengan sistem yang sudah ada agar tidak terjadi tumpang tindih dan kebingungan di masyarakat?
Keempat, keberlanjutan program. Mengingat besarnya animo masyarakat, perlu ada jaminan bahwa program ini akan berlanjut secara konsisten, bukan hanya sebagai program jangka pendek untuk meningkatkan popularitas. Komitmen jangka panjang sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan publik.
Kelima, penyelesaian akar masalah. Penting untuk memastikan bahwa program ini tidak hanya menangani gejala, tetapi juga akar permasalahan.
Pengamat Politik dan Hubungan Internasional dari Sekolah Negarawan Partai X, Prayogi R. Saputra, mengingatkan bahwa program-program semacam ini diyakini hanya gimmick semata. Ada beberapa alasan mengapa pria yang akrab dipanggil Yoe itu meyakini ini hanya gimmick semata.
“Pertama, tim komunikasi publik Mas Wapres kemungkinan besar adalah tim Jokowi di era sebelumnya. Dan kita tahu bagaimana gimmick-gimmick Jokowi telah menyihir masyarakat Indonesia, seperti pesanan mobil ESEMKA yang menembus angka 6000, ekonomi meroket, dsb yang tidak ada faktanya,” jelas Yogi,
Bukan hanya itu, Yogi juga berpendapat bahwa peluncuran Lapor Mas Wapres ini bisa jadi untuk menenggelamkan isu FUFUFAFA yang belakangan terus berdengung. Lalu, jika benar ingin menanggapi keluhan tanpa pencitraan, bisa menggunakan teknologi informasi. Seperti Mata Kota dan LAPOR.
“Saya yakin, ini gimmick belaka. Semoga keyakinan saya salah,” pungkasnya.