Berita

Komnas Perempuan Bicara Hak Aborsi Korban Pemerkosaan, Partai X: Perlindungan Rakyat Jangan Setengah-setengah!
Berita Terbaru

Komnas Perempuan Bicara Hak Aborsi Korban Pemerkosaan, Partai X: Perlindungan Rakyat Jangan Setengah-setengah!

beritax.id – Komnas Perempuan menegaskan hak korban pemerkosaan untuk mengakses layanan aborsi hingga usia kehamilan 14 minggu. Hal ini merujuk pada Pasal 463 ayat (2) dalam KUHP baru yang mulai berlaku pada 2026.

Komisioner Komnas Perempuan, Chatarina Pancer, menyebut bahwa batas lama 40 hari dari UU Kesehatan 2009 telah ditinggalkan. Ia menyatakan pendekatan saat ini lebih progresif dan realistis untuk menjamin pemulihan korban kekerasan seksual.

Ketentuan hak aborsi ini diperkuat dengan keberadaan UU TPKS dan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 juga menjadi acuan teknis dalam pemberian layanan aborsi korban perkosaan.

Komnas Perempuan menegaskan bahwa layanan ini adalah bagian dari hak korban. Negara harus hadir memastikan layanan dilakukan secara cepat, aman, dan manusiawi di seluruh fasilitas kesehatan.

Kekerasan Seksual di Fasilitas Kesehatan

Kasus pemerkosaan oleh dokter residen di RSHS Bandung dikecam keras oleh Komnas Perempuan. Komisioner Dahlia Madanih menyebut peristiwa ini mencerminkan fenomena gunung es kekerasan di ranah publik, termasuk fasilitas kesehatan.

Komnas menyerukan pembentukan kebijakan ‘Zona Tanpa Toleransi’ di seluruh rumah sakit. Organisasi profesi dokter juga diminta menyusun sistem pencegahan kekerasan seksual secara menyeluruh dan bukan sekadar menyalahkan oknum.

Partai X: Negara Harus Lindungi, Layani, dan Atur Rakyat Secara Tuntas

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa tugas negara itu tiga: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat. “Kalau korban kekerasan seksual masih kesulitan akses haknya, pemerintah belum sungguh-sungguh hadir,” katanya.

Menurutnya, perlindungan terhadap korban jangan setengah-setengah. Negara wajib menjamin fasilitas kesehatan jadi tempat aman, bukan sumber trauma baru.

Partai X menegaskan bahwa negara harus dijalankan dengan prinsip efektif, efisien, dan transparan. Dalam konteks kekerasan seksual, pemerintah tak boleh hanya bereaksi setelah kasus viral.

“Ini bukan soal empati publik semata, tapi soal tanggung jawab struktural negara,” ujar Prayogi. Menurutnya, rumah sakit harus dikelola dengan standar etik dan pengawasan berlapis untuk mencegah kekerasan.

Partai X meminta Kementerian Kesehatan dan universitas pengampu program dokter residen segera menyiapkan sistem pelaporan kekerasan yang aman. Kasus pemerkosaan harus ditindak secara pidana, bukan sekadar disiplin institusional.

“Kalau negara diam atau lamban, korban makin takut bicara. Jangan biarkan korban melawan sistem sendirian,” ujar Prayogi.

Dengan berpegang pada prinsip negara dari Partai X, negara tak boleh hanya jadi penonton saat rakyatnya terluka. Ia harus berani, adil, dan berpihak kepada korban, bukan menyelamatkan citra birokrasi belaka.