beritax.id – Aksi kekerasan bersenjata kembali merenggut nyawa warga sipil di Papua Tengah. Kali ini, mantan Kapolsek Mulia, Iptu (Purn) Djamal Renhoat (62 tahun), menjadi korban keganasan kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Penembakan akibar kkb terjadi pada Senin malam (7/4) di rumah korban yang juga berfungsi sebagai kios di Kampung Wuyukwi, Distrik Mulia. Korban mengalami luka tembak di pipi kanan tembus leher dan meninggal di tempat.
Kapolres Puncak Jaya AKBP Kuswara mengonfirmasi peristiwa tersebut dan mengatakan jenazah telah dievakuasi ke RSUD Mulia. Sampai saat ini, penyelidikan masih dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok pelaku.
Kapolres menegaskan kondisi keamanan di Puncak Jaya saat ini relatif terkendali, namun personel tetap siaga penuh. Hal ini karena potensi konflik lanjutan terkait perselisihan antarpendukung pasangan calon bupati dan wakil bupati.
“Anggota masih siaga antisipasi serangan balasan. Ada potensi konflik terkait sengketa Pilkada,” ujar AKBP Kuswara. Kehadiran aparat masih dipusatkan di wilayah rawan konflik untuk mencegah eskalasi kekerasan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyampaikan duka mendalam atas peristiwa yang kembali menimpa warga Papua. Menurutnya, negara terlalu sering bersikap reaktif dan abai terhadap pola kekerasan yang berulang di wilayah timur Indonesia.
“Negara jangan sekadar bertanya siapa pelakunya. Tapi mengapa kekerasan terus terjadi? Itu yang rakyat tanyakan,” ujarnya. Rinto menegaskan bahwa tugas pemerintah bukan sekadar menyelidiki, tapi mencegah dengan kebijakan nyata.
Dalam prinsip Partai X, negara tidak boleh membedakan perlindungan rakyat berdasarkan lokasi atau potensi ekonomi.
Papua berhak atas rasa aman, sama seperti Jakarta atau Surabaya. Keadilan tidak boleh mandek di tengah pulau.
“Kalau setiap pekan kita dengar berita penembakan di Papua, lalu pemerintah bilang ‘relatif aman’, itu pelecehan terhadap nyawa,” tegas Rinto.
Ia juga meminta pemerintah segera menata ulang pendekatan keamanan dan menghindari solusi militeristik semata.
Partai X menilai rakyat Papua terlalu sering dijadikan objek penderita dari konflik elite, baik pemerintah lokal maupun nasional. Persengketaan pilkada yang berujung kekerasan menunjukkan lemahnya sistem demokrasi di daerah-daerah sensitif.
“Yang ribut elite, yang mati rakyat. Negara di mana? Menonton di televisi?” sindir Rinto.
Ia meminta pemerintah pusat serius membina stabilitas pemerintah daerah, terutama di wilayah rentan seperti Papua Tengah.Partai X menyerukan pendekatan berbasis keadilan, pembangunan inklusif, dan rekonsiliasi budaya untuk menyelesaikan konflik Papua.
Kekerasan tidak akan berhenti dengan peluru yang dibalas peluru. Tapi dengan kehadiran negara yang melindungi dan melayani.