Berita

Kenaikan PPN 12% di Tengah Ekonomi Tertekan
Berita Terbaru

Kenaikan PPN 12% di Tengah Ekonomi Tertekan

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tengah kondisi ekonomi yang sudah tertekan menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk dari Partai X. Dalam wawancara eksklusif dengan media, Rinto Setiyawan, Anggota Majelis Tinggi Partai X, mengungkapkan pandangannya mengenai dampak kebijakan tersebut terhadap masyarakat, serta menyoroti ketidakselarasan kebijakan fiskal dengan prinsip-prinsip politik yang mengutamakan kesejahteraan rakyat.

Rinto Setiyawan memulai komentarnya dengan menyoroti dampak langsung dari kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat. "Kenaikan PPN ini akan sangat dirasakan oleh masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah yang menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk konsumsi sehari-hari. Dengan bertambahnya beban pajak, daya beli mereka akan semakin tergerus, yang tentunya akan memperburuk kesenjangan sosial yang sudah ada," ujar Rinto.

Menurut Rinto, kebijakan ini dapat berdampak lebih luas, yakni menurunnya konsumsi rumah tangga yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. "Konsumsi masyarakat yang menurun akan menyebabkan permintaan barang dan jasa berkurang. Ini akan langsung berdampak pada pelaku usaha, khususnya UMKM, yang dapat mengalami penurunan pendapatan, bahkan berisiko mengurangi produksi dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)," jelasnya.

Partai X, lanjut Rinto, berpegang pada prinsip politik yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat. Ia mengkritik kebijakan kenaikan PPN yang menurutnya justru membebani rakyat. "Seharusnya, kebijakan pemerintah dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan malah menambah beban mereka. Prinsip efektifitas dan efisiensi dalam politik harus mengutamakan rakyat, bukan hanya peningkatan pendapatan negara yang tidak berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat," tambah Rinto.

Rinto juga menyoroti soal penggunaan anggaran negara yang berhubungan dengan kebijakan fiskal, terutama utang negara yang mencapai Rp 8.000 triliun. "Utang yang besar ini seharusnya digunakan untuk program-program yang langsung berdampak pada masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Namun, jika anggaran negara tidak dikelola dengan transparan dan akuntabel, maka sulit bagi rakyat untuk merasakan manfaatnya," katanya.

Ia menegaskan bahwa untuk memperoleh kepercayaan publik, pemerintah harus menunjukkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara. "Penggunaan anggaran yang tepat sasaran akan membangun kepercayaan masyarakat. Sebaliknya, jika anggaran tidak dikelola dengan benar, rakyat akan semakin merasa tidak terlayani dengan baik," ujarnya.

Melihat kondisi ini, Rinto Setiyawan mengingatkan agar kebijakan fiskal yang diambil pemerintah harus lebih berpihak kepada rakyat, bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara semata. "Kenaikan PPN di tengah situasi ekonomi yang tertekan ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan fiskal mereka. Setiap kebijakan yang diambil harus berpihak pada rakyat dan memberikan dampak positif terhadap kehidupan mereka," ujar Rinto menutup