Kebijakan pemerintah yang membatasi ekspor limbah sawit tengah menjadi perhatian serius. Langkah ini disebut-sebut untuk menjaga pasokan bahan baku bagi industri domestik.
Namun, bagi petani sawit kecil, kebijakan ini menjadi pukulan telak terhadap pendapatan mereka, yang selama ini bergantung pada pasar ekspor limbah sawit untuk menopang biaya hidup sehari-hari.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi ini. Menurutnya, kebijakan tersebut kurang memperhitungkan dampak langsung terhadap kesejahteraan petani kecil. "Kita harus ingat, petani adalah pilar utama perekonomian sektor agraris. Ketika mereka dirugikan, dampaknya akan berantai pada ketahanan ekonomi masyarakat kecil," ujarnya.
Pemerintah sendiri, melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut, adanya kebijakan ini untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng. Kemduaian, pengamanan pasokan seiring dengan dimulainya program pengembangan biodesel berbasis sawit sebesqr 40 persen (B40).
Rinto, dalam hal ini memandang pemerintah harus mengambil sikap untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan. Pemerintah sebagai pengatur dan pelayan rakyat, mestinya membuat kebijakan apapun yang harus berorientasi pada keseimbangan antara kebutuhan industri dan kesejahteraan masyarakat.
"Kami menginginkan pemerintah bisa menggelar dialog nasional dengan melibatkan asosiasi petani, akademisi, dan pelaku industri. Ini penting untuk mencari solusi yang komprehensif. Kebijakan yang hanya berpihak pada satu pihak tidak mencerminkan keadilan," tegas Rinto.
Selain itu, dikatakan Rinto, pemerintah bisa segera mengevaluasi kebijakan pembatasan ekspor tersebut dan memastikan bahwa petani tidak menjadi pihak yang paling dirugikan. Pihaknya juga mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan subsidi langsung kepada petani terdampak apabila kebijakan ini tetap diberlakukan.
Rinto menjelaskan, pembatasan ekspor limbah sawit seharusnya diimbangi dengan insentif pengolahan dalam negeri. Hal ini tidak hanya mendorong industri domestik tetapi juga memberikan nilai tambah bagi petani. "Kebijakan ini harus dikaji ulang agar petani menjadi bagian dari solusi, bukan korban kebijakan," jelasnya.
Lebih jauh, Rinto mengingatkan pentingnya keseimbangan dalam membuat kebijakan ekonomi. Sehingga, kebijakan pemerintah ke depan semakin mencerminkan keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi untuk semua.
"Pemerintah harus mampu menjadi pelayan yang tidak hanya memikirkan stabilitas industri, tetapi juga kesejahteraan petani kecil sebagai ujung tombak sektor pertanian," tandasnya.