Berita

Isu Beras Oplosan Mencuat, Tanda Pemerintah Gagal Awasi Distribusi Pangan?
Berita Terbaru

Isu Beras Oplosan Mencuat, Tanda Pemerintah Gagal Awasi Distribusi Pangan?

Isu praktik pengoplosan beras kembali mencuat setelah beredarnya video di media sosial yang memperlihatkan aktivitas mencurigakan terkait pengemasan ulang beras dengan kualitas yang berbeda. Hal ini pun juga langsung ditanggapai oleh Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosidan yang mengecam kerak aksi tersebut.

Menurut Johan, praktik pengoplosan beras sanngat merugikan raktyat. Bahkan, pengoplosan beras juga berpotensi masuk ke ranah korupsi dan manipulasi tata niaga pangan. Karena itu, Johan mendesak aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam praktik tersebut. Ia juga meminta Satuan Tugas (Satgas) Pangan dan Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan pengawasan distribusi beras di lapangan.

Menanggapi hal ini, Direktur X-Institute, Prayogi R. Saputra, menyatakan, kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap distribusi pangan. Menurutnya, pengoplosan beras tidak hanya merugikan konsumen secara ekonomi tetapi juga mencederai integritas tata kelola pangan nasional.

"Ini bukan sekadar masalah kecurangan perdagangan, tetapi cerminan buruknya sistem pengawasan distribusi pangan kita. Pemerintah harus bertanggung jawab dan segera mengambil langkah konkret," tegasnya.

Prayogi mengkritik kinerja Satgas Pangan dan Kementerian Perdagangan yang dinilai lamban dalam merespons isu ini. Seharusnya, pengawasan terhadap distribusi beras dilakukan secara sistematis dan berkala, bukan hanya bersifat reaktif ketika masalah sudah mencuat.

"Kita butuh pengawasan yang efektif dan transparan, bukan sekadar tindakan reaktif. Pemerintah harus berbenah diri, mulai dari pembenahan regulasi hingga penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pengoplosan beras," kata Prayogi.

Lebih jauh, Prayogi menilai, komitmen pemerintah dalam menjamin ketersediaan pangan berkualitas juga masih jauh dari harapan. Pengoplosan beras yang melibatkan manipulasi kualitas dan harga bertentangan dengan upaya pemerintah dalam memastikan ketersediaan pangan berkualitas bagi masyarakat.

"Ketika kasus seperti ini masih terus berulang, artinya ada yang salah dalam kebijakan pangan kita. Pemerintah perlu introspeksi dan menunjukkan keberpihakan yang nyata kepada rakyat, bukan hanya kepada pelaku usaha besar," kritiknya.

Mengacu pada prinsip Partai X yang menekankan pentingnya efektivitas, efisiensi, dan transparansi dalam menjalankan kewenangan pemerintah, Prayogi menyarankan beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut. Di antaranya, dengan penguatan sistem pengawasan terpadu.

Dalam hal ini, dijelaskan Prayogi, pemerintah perlu membangun sistem pengawasan yang lebih terintegrasi antara Satgas Pangan, Kementerian Perdagangan, dan Pemerintah Daerah. Dengan demikian, distribusi beras dapat dipantau secara real-time untuk mencegah manipulasi kualitas dan harga.

Kemudian, perlunya transparansi rantai distribusi pangan. Pemerintah bisa menerapkan teknologi blockchain dalam rantai distribusi beras untuk memastikan setiap proses terpantau dan dapat dipertanggungjawabkan. Ini sejalan dengan prinsip transparansi yang diusung oleh Partai X.

Selain itu perlu juga penegakan hukum yang tegas dan konsisten, artinya pemerintah harus memperberat sanksi bagi pelaku pengoplosan beras sebagai efek jera. Selain itu, evaluasi menyeluruh terhadap regulasi pangan perlu segera dilakukan.

Terakhir, menlakukan edukasi dan partisipasi masyarakat dengan mengadakan kampanye kepada masyarakat terkait cara mengenali beras oplosan. Cara ini dapat mendorong partisipasi publik dalam melaporkan indikasi kecurangan melalui platform pengaduan yang mudah diakses.

Prayogi menegaskan, penyelesaian masalah beras oplosan ini tidak bisa hanya mengandalkan tindakan parsial. Pemerintah harus menunjukkan komitmen nyata dalam memperkuat pengawasan dan menjaga integritas tata kelola pangan nasional.

"Kalau pemerintah gagal membenahi masalah ini, yang dirugikan adalah rakyat. Sudah saatnya pemerintah mengedepankan transparansi dan keberpihakan pada kepentingan publik," pungkasnya.