beritax.id – Persidangan perkara dugaan suap dalam kasus vonis bebas Gregorius Ronald Tannur kembali memunculkan drama baru di ruang sidang. Mantan Hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik, membantah alibi koleganya, Heru Hanindyo, yang mengklaim tidak berada di Surabaya saat pembagian uang suap.
Erintuah menegaskan bahwa uang senilai 140 ribu dolar Singapura dibagi pada 10 Juni 2024 di ruang kerja hakim Mangapul. Ia menyatakan bahwa pada hari tersebut, Heru berada di Surabaya dan aktif menjalankan tugas sebagai hakim.
"Kalau dia bilang pergi tanggal 17, silahkan. Tapi uang dibagi tanggal 10. Dia hadir," tegas Erintuah dalam sidang di Tipikor Jakarta.
Jaksa menyebut Erintuah, Mangapul, dan Heru menerima total suap sekitar Rp4,3 miliar, termasuk 308 ribu dolar Singapura. Selain itu, mereka juga didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk mata uang asing dan rupiah.
Lokasi penerimaan suap diduga tidak hanya di Pengadilan Negeri Surabaya, tetapi juga di sebuah gerai kopi di Bandara Ahmad Yani, Semarang.
Putusan bebas yang mereka jatuhkan terhadap Ronald Tannur akhirnya dianulir Mahkamah Agung. MA menghukum Ronald lima tahun penjara. Namun, dissenting opinion dari ketua majelis kasasi sempat menyuarakan pembebasan.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, menyebut peristiwa ini sebagai cerminan krisis etika peradilan di Indonesia. Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil.
"Kalau memang bersih, kenapa bau amisnya tetap tercium bahkan sampai ke meja publik?" sindir Prayogi tajam.
Menurutnya, dunia hukum tak boleh jadi ruang kelam yang hanya bisa dimasuki dengan suap dan transaksi. “Kepercayaan rakyat terhadap pengadilan sudah lama koyak. Kasus ini memperparah luka itu,” ujarnya.
Prayogi menegaskan bahwa Partai X mendorong reformasi menyeluruh terhadap proses rekrutmen dan pengawasan hakim. Baginya, keadilan tidak boleh bisa dibeli, apalagi dengan valuta asing.
Ia menambahkan, praktik peradilan yang transaksional jelas bertentangan dengan prinsip keadilan sosial yang Partai X perjuangkan. "Rakyat kecil dihukum berat karena mencuri makanan. Tapi yang disuap miliaran malah mengaku tak tahu-menahu," tegasnya.
Partai X mendesak Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan aparat hukum untuk menindak tegas oknum peradilan yang menyalahgunakan wewenang. Reformasi struktural dinilai menjadi satu-satunya jalan memulihkan wibawa hukum.