Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN) di akhir pekan pada Sabtu (1/2/2025) lalu memicu reaksi publik. Keputusan ini menimbulkan beragam spekulasi dan pertanyaan, terutama terkait transparansi dan urgensi kebijakan tersebut.
Sejumlah pihak mempertanyakan motif di balik percepatan pembahasan revisi RUU Nomor 19 Tahun 2004 tentang BUMN ini, mengingat RUU BUMN memiliki dampak signifikan terhadap tata kelola aset negara dan sektor ekonomi strategis. Proses legislasi yang berlangsung dalam waktu singkat sering kali dikritik karena berpotensi mengabaikan prinsip keterbukaan dan partisipasi publik.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra menyatakan, langkah DPR dalam mempercepat pembahasan ini patut dikritisi. Menurutnya, setiap kebijakan harus melalui pertimbangan yang matang dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat.
"RUU ini akan berpengaruh besar terhadap ekonomi negara. Oleh karena itu, DPR dan pemerintah tidak boleh tergesa-gesa dalam pengesahannya tanpa masukan yang memadai dari publik dan pemangku kepentingan lainnya," ujarnya.
Prayogi menekankan, keseimbangan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif harus diselaraskan pembahasan RUU BUMN ini. Keputusan yang tergesa-gesa tanpa konsultasi publik yang memadai dianggap dapat merusak stabilitas serta kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan. “Pemerintah harusnya menjaga keteraturan dan keseimbangan negara, bukan bertindak sewenang-wenang dalam merancang kebijakan strategis,” tegasnya.
Selain itu, Prayogi mengatakan, pemerintah harus mengutamakan transparansi dan akuntabilitas dalam pembahasan revisi RUU BUMN ini. DPR dan pemerintah menurut Rinto bisa membuka ruang dialog yang lebih luas, memastikan bahwa pembahasan RUU BUMN tidak dilakukan secara terburu-buru demi kepentingan tertentu, melainkan benar-benar mencerminkan kebutuhan rakyat dan prinsip tata kelola yang sehat. Keputusan yang diambil dengan prinsip transparansi dan partisipasi akan lebih mendekati cita-cita keluarga besar bangsa Indonesia dalam mencapai kesejahteraan bersama.
"Kami berharap pemerintah dapat memberikan ruang diskusi yang lebih luas dan tidak membiarkan proses ini berjalan tertutup. Prinsip keterbukaan harus dipegang teguh agar rakyat dapat memahami dan ikut serta dalam menentukan kebijakan yang berdampak pada mereka," pungkasnya.