Pemerintah bakal meluncurkan Badan Pengelola investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada 24 februari 2025. Proyek ini disebut-sebut sebagai sebuah entitas investasi strategis yang akan mengelola aset negara bernilai puluhan ribu triliun rupiah.
Namun, langkah pemerintah yang melakukan peluncuran di tengah upaya efisiensi anggaran menuai beragam reaksi publik. Terlebh, kebijakan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 tersebut bakal dilakukan hingga putaran ketiga dengan total penghematan mencapai Rp750 triliun.
Nah, dari jumlah tersebut, sebesar Rp325 triliun rencaanya bakal pemerintah alokasikan untuk Danantara sebagai investasi awal. Pemerintah menegaskan langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional dan memastikan optimalisasi aset negara. Namun, di balik optimisme tersebut, warganet justru meragukan proyek Danantara akan berjalan baik.
“gak mau skeptis sama langkah ini, tapi melihat kebijakan yg terlihat ‘tidak prorakyat’ ini dan background pejabat dibelakangnya, serta policy yg mau rancang untuk proyek Danantara ini - hardly to see this as good take. mending gelontorin masif buat pendidikan, kesehatan, pangan. ini mah emang negara udah mau pailit aja, udah kebanyakan utang gara-gara mulyono,” tulis salah satu warganet di akun sosial media X.
“Harusnya dalam mengelola anggaran negara, mereka nggak boleh pake dasar: ‘berhasil ga berhasil yang penting udah mencoba’, karena yang dipertaruhkan adalah uang rakyat. Kalau uang itu hilang seketika, bagaimana cara mereka bertanggung jawab? Sembrono sekali,” ungkap lainnya.
“Kita diboongin, guys. Efisiensi anggaran ternyata buat bayarin Danantara dan anggaran buat Makan Bergizi Gratis itu lebih kecil dari Danantara ini. Rezim bangsat emang. Ngorbanin kebutuhan dan hak kelas menengah ke bawah demi proyek2 pro-korporat”
“Danantara = Perampokan negara yang dilegalkan. Megaproyek dibiayai aset negara, mantan presiden jd pengawas, Ini mau bikin kerajaan oligarki. Dulu kita takut dinasti politik, sekarang dikasih kartel pemerintahan. Kebal hukum, minim pengawasan, duit rakyat jadi bancakan.”
“Danantara? Gue mungkin orang pertama yang mengatakan proyek ini akan melahirkan KORUPTOR baru dan memperkaya KORUPTOR lama”
“Jujur agak kurang ngerti cara berpikirnya, bukan sebaiknya dana investasi itu dana yg berlebih bukan dana krn penghematan ya. Dan selama kebutuhan dasar belum tercukupi bukan sebaiknya menunda investasi ya …”, dan masih banyak ungkapan-ungkapan yang dicuitkan oleh warganet lainnya.
Melihat polemik tersebut, Partai X angkat bicara. Muncul kekhawatiran terkait kurangnya mekanisme transparansi yang memadai dalam pengelolaan entitas terkait Danantara. Berdasarkan prinsip-prinsip yang dipegang Partai X, yaitu efektivitas, efisiensi, dan transparansi dalam menjalankan kewenangan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, keberadaan Danantara yang kebal hukum dan tidak diawasi secara ketat berpotensi menyalahi prinsip-prinsip dasar tata kelola pemerintahan yang baik.
“Negara bukan hanya milik segelintir elit, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia. Setiap kebijakan yang mengatur aset negara harus bersifat transparan dan akuntabel. Nah, mekanisme pengawasan terhadap Danantara minim, bahkan cenderung menutup celah bagi publik untuk mengetahui bagaimana aset negara dikelola,” ujar anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan.
Lebih lanjut, Partai X menyoroti pola pengelolaan aset negara melalui entitas seperti Danantara berisiko menciptakan oligarki ekonomi yang bertentangan dengan semangat Pancasila, khususnya sila kelima mengenai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Jika tidak ada pengawasan ketat, maka bukan tidak mungkin Danantara justru menjadi alat bagi segelintir pihak untuk menguasai kekayaan negara tanpa mekanisme pertanggungjawaban yang jelas kepada rakyat,” imbuh Rinto.
Putaran ketiga efisiensi anggaran yang telah mencapai Rp750 triliun menjadi salah satu sumber pendanaan bagi Danantara. Pemerintah menyatakan, efisiensi ini dilakukan untuk memastikan keberlanjutan fiskal dan pengelolaan keuangan negara yang lebih sehat.
Namun, dalam hal ini Rinto mengingatkan, keberhasilan efisiensi anggaran seharusnya diiringi dengan kebijakan yang berpihak pada masyarakat luas, bukan hanya pada pengelolaan investasi yang minim kontrol.
“Kami mendukung efisiensi anggaran, tetapi harus dipastikan bahwa hasil efisiensi tersebut benar-benar kembali kepada rakyat dalam bentuk layanan publik yang lebih baik. Jika Rp325 triliun dari hasil efisiensi anggaran justru dialokasikan ke entitas yang kurang transparan, maka ada risiko bahwa pengelolaan keuangan negara menjadi tidak demokratis dan hanya menguntungkan pihak tertentu,” tegasnya.
Lebih jauh, Rinto mendesak pemerintah untuk membuka akses informasi terkait pengelolaan Danantara kepada publik. Selain itu, mereka juga menyerukan adanya pengawasan independen guna memastikan bahwa investasi besar ini tidak disalahgunakan demi kepentingan elit politik dan ekonomi.
Peluncuran Danantara di tengah efisiensi anggaran yang besar menjadi tonggak penting dalam strategi ekonomi nasional. Namun, kritik terhadap aspek transparansi dan akuntabilitasnya tak bisa diabaikan. Dalam konteks demokrasi, pengelolaan aset negara harus dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.