beritax.id – Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menyuarakan pentingnya peningkatan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Ia menyatakan, kekerasan berbasis gender masih menjadi persoalan serius yang menuntut perhatian semua pihak.
Dalam pernyataannya, Rabu (16/4), Lestari menyebut bahwa nilai-nilai perjuangan RA Kartini harus terus dihidupkan. Menurutnya, perjuangan Kartini relevan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan menolak segala bentuk diskriminasi.
Laporan SIMFONI PPA mencatat, dari Januari hingga Maret 2025, terdapat 3.886 laporan kekerasan terhadap perempuan dari total 4.518 kasus. Sepanjang 2024, total 27.658 kasus kekerasan terhadap perempuan tercatat dari 31.947 laporan yang diterima.
Komnas Perempuan juga mencatat 23 perempuan penyandang disabilitas intelektual menjadi korban kekerasan seksual. Fakta ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap perempuan masih jauh dari kata aman dan menyeluruh.
Partai X: Seruan Tidak Cukup, Perlu Aksi Nyata Untuk Kekerasan Perempuan
Menanggapi kondisi ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa pencegahan kekerasan perempuan tidak cukup hanya dengan seruan moral. “Negara jangan cuma kasih ajakan, tapi tidak hadir dalam bentuk sistem perlindungan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa tugas pemerintah ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Maka dari itu, tindakan konkret melalui revisi undang-undang dan kebijakan afirmatif lebih dibutuhkan daripada pernyataan simbolik.
Partai X menilai bahwa perlindungan perempuan harus berbasis pada keadilan substantif, bukan hanya formalitas hukum. Rinto menyebut banyak korban kesulitan mengakses keadilan karena proses hukum yang lamban dan tidak ramah korban.
“Kalau negara serius, revisi segera UU dan perkuat sistem perlindungan di tingkat daerah. Jangan tunggu korban bertambah,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya pelatihan sensitif gender untuk aparat hukum dan petugas pelayanan publik.
Menurut prinsip Partai X, negara tidak boleh netral dalam situasi ketimpangan kekuasaan. Kekerasan terhadap perempuan adalah bentuk pelanggaran HAM yang harus ditangani melalui pendekatan sistemik, bukan seremonial.
Rinto mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk menunjukkan kemauan pemerintah nyata. “Kita perlu revisi UU, penambahan anggaran perlindungan, dan mekanisme pengawasan independen,” katan