Fenomena badai PHK yang melanda berbagai sektor industri di Indonesia semakin memicu kekhawatiran publik. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang kartasasmita mengakui adanya lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK), namun menegaskan pula bahwa lapangan kerja baru yang tercipta jauh lebih banyak.
Adapun, berdasarkan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) tercatat sebanyak 1.082.998 tenaga kerja baru yang diserap industri manufaktur di tahun 2024. Angka tersebut, di tahun yang sama dikatakan Agus lebih besar dibandingkan jumlah PHK yang dilaporkan Kementerian Ketenagakerjaan yakni sebanyak 48.345 orang yang bukan hanya dari pekerja di sektor manufaktur saja, tetapi angka total di semua sektor ekonomi.
Meski pemerintah mengklaim lapangan kerja baru tersedia lebih banyak, fakta di lapangan menunjukkan kekhawatiran yang mendalam di kalangan buruh dan masyarakat. Banyak yang meragukan apakah kualitas dan stabilitas lapangan kerja baru ini mampu mengimbangi dampak buruk dari gelombang PHK yang terjadi.
Menanggapi situasi ini, Partai X mengkritisi langkah pemerintah. Menurut prinsip Partai X, pemerintah sebagai bagian kecil dari rakyat yang diberi kewenangan, seharusnya bertindak secara efektif, efisien, dan transparan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menilai, pemerintah terkesan ingin meredam kekhawatiran publik tanpa memberikan penjelasan yang transparan. “Kami mempertanyakan transparansi data yang disampaikan pemerintah. Jika memang lapangan kerja baru jauh lebih banyak, maka seharusnya ada data terbuka yang bisa diakses publik. Jangan sampai pernyataan ini hanya menjadi pemanis tanpa dasar yang jelas,” tegasnya.
Rinto juga menyinggung prinsip Partai X mengenai peran pemerintah yang seharusnya bertindak efektif, efisien, dan transparan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Namun, fenomena badai PHK ini justru memperlihatkan kelemahan dalam perencanaan ekonomi nasional serta kurangnya antisipasi terhadap perubahan pasar global.
Partai X menilai, pernyataan pemerintah soal banyaknya lapangan kerja baru perlu ditinjau lebih dalam. Apakah lapangan kerja baru tersebut menawarkan penghidupan yang layak dan stabil? Prinsip sejahtera menurut Partai X adalah terpenuhinya kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan dengan baik
Rinto Setiyawan mengungkapkan, Partai X tidak menolak adanya lapangan kerja baru, namun menyoroti kualitas dan stabilitas pekerjaan tersebut. Menurutnya, banyak lapangan kerja baru yang bersifat kontrak jangka pendek dengan upah minimum, yang ujungnya tidak sejalan dengan prinsip sejahtera menurut Partai X.
“Kalau lapangan kerja baru hanya menawarkan kontrak tiga bulan atau gaji rendah, itu bukan solusi, tapi ilusi. Pemerintah harus memastikan bahwa pekerjaan yang tersedia layak dan berkelanjutan,” ujar Rinto.
Selain soal transparansi, Rinto juga mengkritik kebijakan ekonomi pemerintah yang dianggap tidak memiliki visi jangka panjang. Menurutnya, fokus pada investasi asing tanpa penguatan industri dalam negeri hanya akan memperparah ketergantungan ekonomi dan meningkatkan risiko PHK massal di masa depan.
“Pemerintah harus berani mengubah arah kebijakan ekonomi. Jangan hanya mengejar investasi asing, tapi perkuat industri lokal yang tahan krisis. Kalau tidak, badai PHK ini hanya soal waktu,” katanya.
Selain itu, Partai X mengkritik kurangnya transparansi pemerintah dalam menyampaikan data PHK dan lapangan kerja baru. Transparansi seharusnya menjadi dasar dalam pengelolaan negara agar rakyat dapat memahami kondisi ekonomi yang sebenarnya. Pemerintah juga harus memberikan solusi konkret, bukan hanya sekadar klaim sepihak.
Rinto menjelaskan, beberapa solusi yang bisa dilakukan pemerintah dalam menjamin kesjahteraan rakyat terkait lapangan pekerjaan ini di antaranya, menyediakan data terbuka terkait angka PHK dan lapangan kerja baru secara rinci dan akurat.
Kemudian, pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran negara untuk program peningkatan keterampilan tenaga kerja yang lebih massif. Serta, membangun sektor industri yang berkelanjutan dengan fokus pada produksi dalam negeri dan pengurangan ketergantungan impor.
Rinto menegaskan, tanpa langkah nyata, pemerintah hanya akan terkesan meredam sementara tanpa menyelesaikan masalah yang sebenarnya. Badai PHK ini menjadi ujian serius bagi pemerintahan saat ini. Mampukah mereka merespons dengan kebijakan yang adil, transparan, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat? Ataukah badai ini justru mengungkap kelemahan mendasar dalam sistem ekonomi di Indonesia?
“Kami tidak ingin pemerintah hanya bermain kata-kata. Yang dibutuhkan rakyat adalah tindakan nyata yang bisa dirasakan dampaknya,” pungkas Rinto